My photo
Um escritor, um poeta, um aventureiro,

Monday, 21 September 2009

Buku Harian Seorang Negarawan 2

Ketika perang terjadi di tanah Lorosa'e, saya berada di luar negeri. Secara fisik saya tidak mengalami penderitaan, tetapi secara psikologis saya sangat menderita.

Selama 24 tahun saya tidak tahu apa yang terjadi di tanah leluhurku karena jarak yang jauh dan kurangnya perlengkapan telekomunikasi. Yang saya dengar adalah pelanggaran HAM di Timor-Timur.

Selama 24 tahun, yang saya tahu adalah keluargaku hidup bahagia, memiliki pt, cv dan perusahan lainnya. Mereka menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Tidak ada seorangpun dari keluargaku yang mengikuti demonstrasi menentang kehadiran Indonesia di Timor-Timur. Ketika para pemuda Timor-Timur mengelar aksi mogok makan, suaka politik dan aksi demonstrasi lainnya di Timor-Timur dan Indonesia, keluargaku mencuri kesempatan untuk memperkaya diri. Ini adalah sebuah realitas.

Terkadang saya duduk sendiri dan merenung...kemudian saya bilang pada diri sendiri bahwa seandainya Indonesia tidak melepaskan Timor-Timur, dengan pasti keluargaku menjadi terkaya di Timor-Timur. Keluargaku ohhhh keluargaku.

Saya dengan sikap arogansiku sering menentang Gereja Katolik, para klandestin, para sarjana cetakan Indonesia. Dengan sombong saya panggil mereka kotor, rambut panjang, supermi dan lain-lain.

No comments:

Post a Comment