My photo
Um escritor, um poeta, um aventureiro,

Wednesday, 23 September 2009

Buku Harian Seorang Nagarawan 4

Malam berlalu, datanglah siang. Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Aku tetap tidak berganti apapun. Keinginanku untuk kembali berkuasa tetap ada, tetap menyala.

Disaat seperti ini aku tidak memikirkan tentang mereka yang telah meninggal atas nama kebebasan dan kemerdekaan Timor-Timur. Disaat seperti ini aku tidak memikirkan tentang mereka yang pernah masuk keluar penjara karena Timor-Timur. Disaat seperti ini, aku tidak memikirkan tentang janda-janda dan yatim piatu karena perang di Timor-Timur.
Disaat seperti ini, yang aku pikirkan adalah meraih kembali kekuasaan.

Ketika semua orang berbicara tentang pembangunan, aku dengan sikap arogansiku berbicara tentang kekuasaan.
Ketika semua orang berbicara tentang rekonsiliasi, aku malah membakar api tentang sikap saling bermusuhan. Ketika semua orang memikirkan bagaimana nasib anak-anak kecil, tentang sekolah mereka, tentang tempat mainan mereka, tentang rumah sakit, tentang iklim yang baik dan sehat agar anak-anak itu bisa bertumbuh sehat walafiat jauh dari perang dan sebagainya, aku malah sibuk membakar gejolak orang tua mereka dan para kaum muda agar suatu saat aku bisa kembali berkuasa.

Keadilan belum bisa diterapkan di Timor-Timur karena semua orang sedang memikirkan bagaimana caranya bisa hidup. Selama perang manusia hilang harga diri, jadi paska perang wajar kalau semua orang berpikir tentang diri mereka sendiri atau tentang keluarga mereka. Jika semua orang sudah memiliki hidup yang baik dan tenang, maka keadilan dapat diterapkan.

Kasus demi kasus bermunculan di media massa tentang berbagai perkembangan baru di Timor-Timur, tentang gereja katolika, tentang prostituta, tentang ketidakadilan, tentang pemberontakan dan lain-lain.

Saat seperti ini, bila dibiarkan munculnya gerakan pemberontak baru, maka kelompok itu akan muncul dengan peralatan yang teramat cangih dan estrategis yang luar biasa.

No comments:

Post a Comment